Diary · Renungan

SMS Semalam

Rupanya Alloh memang gak pernah benar-benar membiarkanku memutuskan tali silaturahmi dengan seseorang. Sampai sekarang aku masih berteman orang yang pernah mem-bully aku semasa SD dulu, walau akibat perbuatannya itu kepercayaan diriku pernah jatuh ke titik nadir. Lalu, aku juga masih berhubungan baik dengan orang yang pernah mendiamkan dan memusuhiku selama berbulan-bulan semasa SMA dulu.

Dan sekarang… G. Ada apa dengan gadis itu?

Mari kita runut ke masa lebih dari sebulan lalu. Saat aku memutuskan untuk me-remove dia dari daftar temanku di FB, sudah sekitar 3 SMS datang darinya setelah itu. Tapi isinya yang umum, membuatku berpikir kalau itu adalah SMS yang ia kirimkan ke semua orang yang ada di daftar kontak hape-nya, seperti yang biasa ia lakukan. Sampai semalam…

Ia mengirimkan SMS ini dan berikut balasanku (SMS darinya adalah tulisan yang menjorok ke dalam. Balasanku adalah yang dicetak tebal. Yang dicetak miring adalah pikiranku. Dan tulisan biasa adalah deskripsi keadaan saat itu. Bingung? Ya, aku juga bingung. Yah sudahlah, dibaca saja. Gak ngerti juga gak pa-pa. Oh ya, dia selalu menyebut namanya sebagai pengganti kata ‘saya’. Namanya di sini sudah saya samarkan)

“Allow.. Aku tau kalian semua sibuk tapi apakah harus lost contact dgn aku?! Ndak ngurusin grup jg ndak apa2. Aku closed tuh grup. Tapi apa kita tidak bisa cerita sama2 lagi seperti dulu?! Apakah pertemanan kita harus dihitung waktu demi waktu?! Aku sengaja diam saat melihat kalian sibuk dengan dunia sendiri tapi ternyata aku pun jadi tahu nilai pertemanan kita memang hanya segitu. Maaf kalau G tidak baik selama ini sama kalian semua. Makasih.”

Gadis malang… sama sekali tidak tahu apa yang tengah terjadi… *geleng-geleng kepala*

“Maafkan aku juga G, karena mungkin gak akan pernah jadi teman yang selalu kau harapkan untuk kau miliki. Terima kasih juga untuk segalanya. :)”

Lalu, aku mematikan hape karena akan beranjak tidur. Namun setelah sejam tak kunjung terpejam juga, aku kembali menyalakannya. Begitu kunyalakan, dua pesan pendek darinya masuk.

“Aku tidak meminta banyak, aku hanya berpikir setidaknya kita bisa berbicara banyak seperti dulu lagi. Kita teman bukan, setidaknya walau tidak dekat”

“Apa sebaiknya mulai malam ini kita tercatat bukan sebagai teman lagi, supaya aku tidak menuntut banyak hal dari kamu lagi?! Maaf kalau aku terbukti jadi teman yang payah. Terima kasih untuk semuanya”

Tuh kan, anak orang jadi sedih gara-gara kamu *toyor kepala sendiri*

Okay, time to reveal the truth. Ingat anak-anak, kejujuran itu mutlak perlu, hanya saja tidak selalu menyakitkan. Semua tergantung dari cara kau menyampaikannya. Lihat ini…

“Akulah teman yang payah, G. Aku tidak bisa selalu ada untukmu. Mungkin bagimu aku sibuk dengan duniaku sendiri. Itu benar. Aku punya kehidupan yang harus ku hadapi juga. Itulah sebabnya aku tahu aku pasti takkan bisa memenuhi harapanmu akan seorang teman. Maaf.

“Pertemanan ini berakhir atau tidak, aku juga tidak tau karena aku takkan bisa memenuhi harapanmu. Aku kerap tidak membalas sms karena aku tidak tau mau ngomong apa. Aku juga tidak tahan mendengar orang yang selalu mengeluh. Lihat kan, aku bukan teman yang baik bagimu”

There, I said it…

“Baiklah, kita berteman dengan keadaan sekarang. Kita yang sama-sama saling tidak peduli satu sama lain. Tidak ada tuntutan di dalamnya. Menikmati hidup masing-masing. Dan aku yang paling sensi jadi merasa tidak perlu kesepian, bersalah, marah, atau apapun itu atas hal ini”

Ouch… hatinya hancur…

“Jangan merasa kesepian dan penuh amarah lagi, G. Mirna yang terbiasa menahan pedih seorang diri dan jarang mengungkap luka ke orang lain tidak terbiasa dengan G yang begitu terbuka. Mungkin perbedaan itu yang membuatku tidak nyaman. Jadi, aku menjauhimu bukan karena aku marah padamu, tapi karena tidak nyaman. Maaf kalau membuatmu tersinggung.”

“Aku juga tidak mudah terbuka dengan orang lain apalagi aku banyak trauma di belakang hidupku. Aku tidak tersinggung, justru aku cemas… apakah aku salah lagi?! Apakah membuat temanku sangat membenci aku lagi?! Aku pernah punya trauma dengan seperti ini jadi aku tak mau kejadian lagi. Haha… nyatanya akulah yang tetap gagal untuk semua ini”

Nah, hatinya sudah mulai melunak. Dia sudah tidak marah lagi, rupanya…

G, G, semua orang pasti punya trauma. Aku juga punya… tapi semua tergantung pada dirimu untuk menghapus semua kepedihan itu.

“Mungkin ini masalah usia, ya. Pada waktunya nanti kau akan mengerti kalau jangan pernah menggantungkan kebahagiaanmu pada orang lain. Punya teman atau tidak, dijauhi atau dipuji, semuanya tidak akan berpengaruh besar pada dirimu. Orang-orang takkan pernah bereaksi seperti yang kita harapkan. Tapi kita bisa memilih sikap yang kita tampilkan. :)”

“Aku sudah tidak mau melakukan hal itu lagi, aku juga sudah merasakan pahitnya hal itu. Mungkin ini juga masalah waktu. Bahwa ada ketakutan terdalam bahwa G melukai teman-teman G sendiri karena ada banyak kejadian yang mengubah karakter individualnya, G menjadi sangat sensi dan guilty feels yang tinggi”

Hmm… gak terlalu mengerti maksudnya. Tapi, itulah tujuannya cobaan. Untuk membuat kita berubah. Menjadi lebih kuat atau lebih lemah, itu semua tergantung dari kita menyikapinya…

Tapi, karena saat itu sudah malam, mari kita sudahi semua ini…

“Saranku, matikan rasa, berhenti berpikir yang tidak-tidak, selalu berpikir positif. G yang paling tahu apa yang membuatmu bahagia atau sedih. Cari sebanyak-banyaknya hal yang membuatmu senang, jauhi yang membuatmu sedih.

Selamat tidur ya, G. Udah setengah satu ini di Bali… *hoahemm*”

“Maaf ya, sudah merusak malam tenangnya. Ini semua terjadi karena G kumat sensinya. Ya, G akan catatkan semua itu. Mungkin G masih terlalu muda untuk mengenal dunia ini. Selamat tidur. Maaf untuk yang sudah terjadi”

Sebagai penutup, aku menjawab dengan emoticon, untuk mengungkapkan padanya kalau aku tidak keberatan dengan semua ini.Toh, aku memang tidak pernah membencinya. Hanya ya itu tadi, merasa tidak nyaman dengannya.

“:) :) :)”

Aku memandangi hape di tanganku. Sebenarnya, siapa sih yang sekolah di jurusan psikologi??. Kupeluk gulingku, lalu terlelap menuju alam mimpi.

 

Catatan:

Aku telah melalui banyak hal dalam hidup yang membuatku berhenti menggantungkan kebahagiaanku pada orang lain. Saat aku berbuat baik, itu karena aku memang ingin melakukannya. Kalau tidak ingin melakukannya, tidak akan ku lakukan. Jika orang itu membalas dan memperlakukanku serupa, syukur; kalau gak, aku gak peduli. Aku yakin Alloh Maha Melihat. Ia akan mencatat dan menyimpan semua kebaikan yang pernah ku lakukan. Dan jika kelak aku membutuhkan bantuan, Ia akan mengirimkan seseorang untuk membantuku dari arah yang tak kusangka-sangka. Lalu, aku akan berujar, “Ni orang baik banget, ya. Padahal, dia gak kenal sama aku”. Begitulah caraNya membalas perbuatanku di masa lalu. Makasih ya, Big Boss. :)

 

6 tanggapan untuk “SMS Semalam

    1. Bagi saya, hidup ini adalah perjalanan. Dlm perjalanan, kita akan bertemu orang-orang yang mungkin akan berjalan bersama kita. Saat bertemu persimpangan, ada kemungkinan kita akan berpisah dengan mereka, karena tujuan kita sudah berbeda. Semua itu pasti terjadi, hanya kita tidak tahu kapan itu akan terjadi. Beberapa orang akan berjalan cukup jauh bersama kita, beberapa lainnya hanya berjalan sebentar.
      Jadi, tak ada yang perlu ditangisi dan disesali. Dan, jika kita tahu semua akan memiliki akhir suatu hari nanti, yang bisa kita lakukan hanyalah memberinya makna saat itu terjadi. Sehingga, tak ada lagi penyesalan kelak karena kita sudah memberikan yang terbaik. :)

      1. terima kasih mba. iya saya juga lagi berusaha menerima kenyataan. hehe. tulisan mba sangat membantu sekali. sudah meminta langsung sama Yang Maha Membolak-balikkan hati manusia juga. doakan saya :)

Tinggalkan komentar